Selasa, 07 April 2009

Perhitungan Besaran Alpha BBM



Diskusi dihadiri oleh para pejabat, staf dan peneliti di lingkungan BKF Depkeu serta para pejabat dari Ditjen Anggaran Depkeu, BPH Migas, PT Pertamina, Ditjen ESDM, Meneg BUMN dan Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Dalam diskusi kali ini terdapat ringkasan materi (presentasi) yang disampaikan oleh penyaji dan beberapa pertanyaan maupun komentar yang diajukan oleh peserta diskusi yaitu sebagai berikut:

Ringkasan Presentasi :

Penentuan perhitungan besaran alpha BBM didasarkan pada formula yang telah ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2005. Beberapa indikator yang menentukan dalam perhitungan alpha BBM antara lain : biaya distribusi, margin dan faktor explorasi kilang. Pola perhitungan yang dilakukan dalam penelitian ini berpatokan pada formula dan parameter yang digunakan oleh BPH Migas, namun untuk biaya operasi dan transportasi disesuaikan dengan kondisi daerah di masing-masing wilayah kerja cabang PT. Pertamina mulai dari Pulau Sumatra sampai dengan Papua. Hasil perhitungan tersebut dapat diketahui perbedaan besaran alpha yang telah ditetapkan dalam APBN dengan hasil penelitian ini, dimana dalam APBN 2006 dan APBN 2007 alpha BBM ditentukan sebesar 14,1 persen, APBN 2008 sebesar 13,5 persen, sementara hasil penelitian menunjukan bahwa besaran Alpha BBM Tahun 2006 sebesar 11,86 persen, Tahun 2007 sebesar 12,43 persen dan Tahun 2008 sebesar 12,16 Persen. Hasil perhitungan tersebut belum memasukkan biaya UPMS III Jakarta dan biaya rata-rata biaya operasional kantor pusat PT Pertamina. Besarnya alpha BBM yang akuntabel dan transparan yang mencerminkan kondisi regional suatu daerah akan memberikan implikasi yang cukup besar terhadap besaran subsdi BBM. Hasil analisis tersebut diharapkan dapat dijadikan sebagai model sederhana penyusunan pemberian besaran subsidi dan pola kebijakan subsidi dimasa mendatang.

Selanjutnya, beberapa pertanyaan dan komentar dari peserta diskusi dibagi dalam 2 sesi, yaitu sebagai berikut :

Sesi I

1. Yugi Prajogio (BPH Migas)
• MOPS merupakan harga tengah dan bukan harga rata-rata. Dengan menggunakan harga MOPS tidak perlu memasukan faktor kilang, karena MOPS telah menggunakan referensi harga internasional yang didalamnya sudah dimasukan margin dan perhitungannya pun lebih sederhana. Dalam jangka panjang para industriawan lebih menyukai MOPS karena selain memberikan keuntungan yang cukup besar juga harganya lebih murah. Kenaikan Crude Oil akan seiring dengan perubahan MOPS namun waktunya akan berbeda dan tidak akan sama, misalnya Crude Oil naik US$10 mungkin MOPS akan naik sebulan lagi tergantung dari stock yang dimiliki.

2. Ibrahim (BPH Migas)
• Dalam penentuan alpha BBM terdapat banyak perdebatan maka perlu dibuatkan dan dibuktikan dengan menggunakan model. Apakah dalam penelitian BKF ini perhitungannya berdasarkan mikro perusahaan atau secara makro nasional?
• Perhitungan alpha BBM seharusnya dibuat secara benar karena angka ini sangat strategis dalam perhitungan subsidi, oleh karena itu perlu dibuatkan suatu model secara makro nasional dengan studi yang menyeluruh dengan rumusan yang dibuat lebih kompherenif. Dalam tahapan awal studi ini harus dibuat cluster-cluster terlebih dahulu dan dengan model tertentu. Selanjutnya mencari cluster yang lebih efisien, karena seperti diketahui biaya alpha ini terdiri dari ongkos angkut, ongkos timbun ditambah margin, untuk ongkos angkutan harus dipertimbangkan ketersediaan dan kesesuaian infrastruktur. Dengan di buat suatu model diharapkan akan didapatkan biaya yang paling efisien.

3 Eni Pratiwi (PT Pertamina)
• Dimasukannya biaya faktor kilang karena kilang Pertamina belum bisa memproduksi 100% dimana kilang UP IV dan V kondisi infrastrukturnya belum seperti kilang yang ada di Balongan.
• Alpha rata-rata tidak bisa hanya satuan di bagi 3, tetapi sebaiknya memperhitungkan volumenya, dimana dalam APBN-P 2007 volume premium sekitar 16,5 juta kl, solar sekitar 9,8 juta kl dan minyak tanah sekitar 9,5 juta kl.

4. Yulianto (ESDM)
• Apakah dengan waktu yang ada cukup untuk mengedentifikasi cost structure pertamina terutama di UPMS ?
• Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah replikasi penghitungan BPH migas, apakah penghitungan ini merubah perhitungan yang dipakai oleh BPH migas atau di pakai langsung ?
• Bagaimana menghitung angka Biaya operasi dan transportasi ?
• Faktor kilang 2% dari MPOS dasarnya apa? apakah masih layak untuk digunakan sampai sekarang?

Jawaban dan Tanggapan

• Penelitian yang kami lakukan lebih bersifat mikro regional berdasarkan pembagian wilayah kerja PT Pertamina, apabila dikaji secara nasional akan membutuhkan effort dan biaya yang sangat besar. Dalam penelitian ini lebih ditekankan untuk memperoleh cost structure di tiap wilayah. Kami sependapat dengan masukan yang disampaikan BPH migas bahwa dalam perhitungan alpha BBM harus dibuatkan model Makro secara nasional agar memperoleh hitungan yang lebih kompherensif.
• Perhitungan alpha dalam kajian ini dengan menggunakan formula yang baku. Dalam kajian ini untuk memperoleh besaran alpha tiap jenis BBM (premium, solar, minyak tanah) secara nasional dihitung berdasarkan rata-rata dari alpha UPMS dan selanjutnya alpha BBM (total) dihitung dari rata-rata alpha tiap jenis BBM. Namun, Alpha rata-rata dapat dihitung dengan memasukan besarnya volume dari masing-masing jenis BBM.
• Data yang kami peroleh adalah dengan survey langsung ke lapangan, sehingga waktu yang diberikan cukup untuk mengidentifikasi besaran cost structure yang dibutuhkan. Cost tersebut meliputi biaya operasi yang terdiri dari gaji upah, kontrak, material, own use, angkutan, sundries, dan biaya penyusutan. Sementara itu, biaya transportasi meliputi biaya wilayah setempat (freight cost) yaitu biaya dari instalasi ke depot ataupun biaya dari instalasi ke instalasi lainnya. Selain itu, biaya transportasi memperhitungkan pula biaya dari depot ke agen/ SPBU dengan jarak angkutnya.
• Biaya operasi diperoleh secara total untuk semua jenis BBM, kemudian untuk mendapatkan biaya (Rp/liter) masing-masing jenis BBM dilakukan pembobotan berdasarkan volume penjualannya. Sementara biaya transportasi diperoleh berdasarkan rata-rata cost yang keluarkan dan didalamnya telah memperhitungkan jarak. Untuk faktor kilang sepenuhya menggunakan data BPH Migas.
• Selanjutnya, pola perhitungan yang dilakukan dalam penelitian ini berpatokan pada formula dan parameter yang digunakan oleh BPH Migas namun yang membedakan adalah biaya operasi dan biaya transportasi.

Sesi II

1. Mantaris (Meneg BUMN)
• Dengan menggunakan MOPS banyak variabel yang mempengaruhi, kenapa tidak menggunakan Harga Pokok Produksi karena lebih sederhana dan hanya menghitung berapa harga biaya produksi saja ?
• Margin dalam alpha kenapa tidak menggunakan prosentase agar lebih jelas?

2. Joko Tri Haryanto (BKF)
• Kenapa biaya operasi dan transportasi selama tiga tahun dianggap sama dan untuk BPH migas pun selama dua tahun sama?
• Dalam kajian ini perhitungan alpha menggunakan paramater yang sama dengan BPH migas, namun BPH Migas menggunakan pendekatan Wilayah Daerah Niaga (WDN) sementara kajian ini pendekatannya UPMS, Bagaimana cara memasukan wilayah/daerah didalam lingkup WDN ke UPMS?
• Mohon dikoreksi, perhitungan margin tahun 2007 sedikit berbeda dengan margin BPH Migas?

3. Herniwati (UNDIP)
Biaya operasi mitan di dalam kajian BKF lebih besar dibandingkan dengan premium dan solar dari tahun 2006-tahun 2007 ?

4. Mukaromah (Dit. PNBP-DJA)
Pada tahun 2008 BPH migas melakukan penelitian alpha, dari pola ditribusi mungkin ada penghematan sehingga akan menghasilkan biaya transportasi yang lebih efisien. Penetapan MOPS departemen ESDM yang harus yang harus lebih dominan untuk memutuskan.

Jawaban dan Tanggapan

• Mops lebih mudah dan sederhana untuk digunakan, sementara untuk menghitung HPP BBM agak sulit dihitung. Namun tidak tertutup kemungkinan kedepannya bisa dilakukan kajian bagaimana dengan menggunakan HPP.
• Kajian ini dilakukan pada tahun 2007 dengan periode penelitian tahun 2006 sehingga untuk perhitungan biaya operasi dan biaya transportasi tahun 2007 dan 2008 diasumsikan sama dengan tahun 2006.
• Wilayah Daerah Niaga di bagi menjadi 4 wilayah dan didalamnya telah mencerminkan pembagian wilayah kerja pertamina, sehingga pembagian dalam 8 wilayah upms telah disesuaikan dengan yang tertera di WDN.
• Minyak tanah memiliki rantai distribusi yang panjang dibandingkan dua jenis BBM lainnya sehingga biaya operasinya lebih besar. Subsidi tetap diberikan dengan tujuan untuk meringankan beban masyarakat.
• Studi ini diharapkan dapat ditindaklanjuti lebih mendalam agar perhitungan alpha dapat mencerminkan kondisi perekonomian wilayah di Indonesia (regional).
• Tanggapan dan Jawaban selengkapnya telah terakomodir di Sesi I

0 komentar:

Template by: Abdul Munir Admin: Clodi